Minggu, 04 Mei 2014

MEMPOSISIKAN IDEOLOGI DALAM KOALISI

Hasil hitung cepat pemilu legislatif 2014 dari berbagai lembaga survey menunjukan bahwa perolehan suara partai politik peserta pemilu legislatif 2014 tidak ada yang melampaui ambang batas presidential threshold. Batas minimal yang ditetapkan oleh Undang-Undang yaitu perolehan kursi 20% DPR RI atau 25% perolehan suara nasional bagi sebuah partai untuk dapat mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presidennya sendiri. Menyikapi hasil tersebut, hari-hari ini pimpinan  partai politik mulai menjajaki peluang untuk berkoalisi dengan partai lain, untuk kemudian mengusung pasangan calon Presiden dan wakilnya secara bersama-sama.
Koalisi partai politik sendiri telah banyak dijelaskan oleh beberapa ahli, antara lain Heywood yang  mengartikan koalisi sebagai sebuah pengelompokan aktor-aktor politik pesaing untuk dibawa bersama baik melalui persepsi ancaman bersama, atau pengakuan bahwa tujuan mereka tidak dapat dicapai dengan bekerja secara terpisah.[1]
Heywood juga menyebutkan ada 4 arena dalam membangun koalisi[2], yaitu :
1.        Koalisi elektoral : aliansi melalui mana partai politik setuju untuk tidak bersaing melawan satu dengan yang lainnya dengan pandangan untuk memaksimalisasi representasi bersama mereka.
2.        Koalisi legislatif : yaitu kesepakatan antara dua atau lebih partai untuk mendukung sebuah undang-undang atau sebuah program tertentu.
3.        Koalisi pemerintahan : yaitu kesepakatan formal diantara dua atau lebih partai yang melibatkan distribusi lintas partai portofolio menteri.
4.        Koalisi besar atau pemerintahan nasional : meliputi seluruh partai-partai utama, tetapi mereka biasanya dibentuk hanya ketika ada krisis nasional atau bahaya ekonomi.
 Sedang menurut Gamson koalisi didefinisikan sebagai penggunaan sumberdaya bersama untuk menentukan hasil dari sebuah situasi motif campuran yang melibatkan lebih dari dua unit.[3] Dari kedua definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa koalisi adalah penyatuan dan penggunaan sumber daya secara bersama – sama untuk mencapai tujuan yang sama.  Diantara sumber-sumber yang dimiliki oleh partai politik, sebaiknya partai politik juga mempertimbangkan antara kedekatan ideologi, platform, visi-misi, serta program kerja yang akan diusung nantinya.
Patut kita berharap semoga koalisi partai politik yang terbangun nanti tidak hanya berbicara bagaimana meloloskan seseorang untuk menjadi calon Presiden atau wakilnya, yang lebih parah ketika koalisi hanya sebatas berbicara pada pembagian kursi mentri, tetapi seharusnya koalisi juga berfungsi sebagai penyatuan gagasan yang mempertimbangkan ideologi sebagai cara untuk mencapai suatu tujuan, sehingga kemudian tidak membingungkaan masyarakat utamanya pemilih dalam menentukan pilihannya. Hal ini sesuai dengan apa yang dijelaskan oleh Firmanzah Ph.D dalam bukunya “Mengelola Partai Politik”, bahwa ketika koalisi terbangun bukan atas dasar kesamaan ideologi, yang terjadi adalah kebingungan masyarakat atas partai politik yang menjalin koalisi, selain itu, hal tersebut juga memperkuat anggapan masyarakat bahwa koalisi partai politik dibangun atas dasar ingin mencapai kekuasaan semata.[4]

"Tulisan ini seluruhnya tanggung jawab penulis" 

Ditulis oleh : Khanif Idris
@khanif_09/081225141312/ khanifidris.blogpot.com





[1] Pamungkas, Sigit. 2011. Partai Politik Teori dan Praktik di Indonesia. Yogyakarta: Institute for Democracy and Welfarism. Hlm. 77
[2] Ibid. Hlm. 78
[3] Ibid.
[4] Firmanzah, Ph.D. 2011.  Mengelola Partai politik. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Hlm.  376

Tidak ada komentar :

Posting Komentar