KEMANA PERGIMU
Kemana pergimu wahai sang dewi
episode kepergianmu berlalu begitu cepat
episode perjuanganmu penuh haru biru
semuanya lantas sunyi senyap ketika sang diktator
marah padamu
kebebasan, kesejahteraan dan kesetaraan yang kau
perjuangan
kini telah menjadi prasasti keabadian yang
mengiringi langkah perjuangan laskarmu
kemana pergimu wahai sang pahlawan
mereka yang seharusnya bertanggung jawab seakan tak
perduli
seandainya kau hadir saat ini
datang untuk sekedar memberikan klarifikasi
terlalu banyak dalang yang bemain atas kepergianmu
terlalu banyak tirai yang menutup kisah kepergianmu
kau pasti tersenyum disana
senyum bahagia karena perjuangan yang kau rintis
diteruskan oleh para laskarmu
menggema di bumi Indonesia
negara yang katanya anti kekerasan
negara yang katanya menjamin kemapanan
katanya....
Hari
ini tepat dua puluh satu tahun sudah Marsinah pergi meninggalkan dunia ini. Pergi
dengan luka, penganiayaan, kekerasan dan ketidakadilan yang menderanya. Marsinah
adalah simbol perlawanan melawan keangkuhan negara atas nama motif untung ala
kapitalisme. Simbol perlawanan yang "belum" sempat selesai.Marsinah
hanya seorang buruh perempuan yang ingin memperjuangkan nasibnya, sayang
resistensi yang dilakukannya berasama rekan-rekan buruh lainnya berujung pada
tindak kekerasan yang akhirnya menghilangkan nyawanya.
Kasus
kematian Marsinah menjadi misteri selama bertahun-tahun hingga akhirnya
kasusnya kadaluarsa tepat tahun ini, tahun 2014. Mereka yang tertuduh dan
dijadikan kambing hitam dalam kasus ini pun akhirnya dibebaskan oleh Mahkamah
Agung. Di zaman Orde Baru, atas nama stabilitas keamanan dan politik, Negara
telah berubah wujud menjadi sosok yang menyeramkan, siap menculik, mengintimidasi
dan bahkan menghilangkan secara paksa siapa saja yang berani berteriak atas
nama kebebasan menyuarakan aspirasi. Marsinah adalah tumbal dari apa yang
namanya penindasan atas nama stabilitas keamanan dan politik pada zaman Orde
Baru. Penindasan kepada Marsinah adalah bentuk ketakutan negara pada
sosok-sosok yang berani berjuang dan mengobarkan semangat kebebasan,
kesejahteraan dan kesetaraan. Negara menciptakan teror ketakutan kepada siapa
saja yang ingin melakukan aksi perlawanan. Negara juga telah mengabaikan kasus
ini, membiarkannya menjadi misteri yang tak terpecahkan selama
bertahun-bertahun. Ini jelas sebuah anomali dan paradoks jika kita komparasikan
dengan tujuan pembentukan dan kewajiban negara ini.
“
Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa ...”
Perjuangan
Marsinah akhirnya "beku" dan mengkristal. perjuangan dan kisahnya
menjadi catatan kelam di negara yang katanya begitu peduli akan urusan HAM,
kesejahteraan dan kesetaraan wanita. Apresiasi macam apa yang kira-kira pantas
disematkan padanya? apakah kasus Marsinah akan selesai ketika upah buruh
dinaikkan? apakah kasus Marsinah akan selesai jika pemerintah menobatkannya
sebagai pahlawan buruh? sungguh ini bukan lelucon atas nama transaksi dari
sebuah tragedi kemanusiaan yang begitu keji.
Marsinah
hanyalah satu dari ribuan potret buruh perempuan di Indonesia yang seringkali
harus dihadapkan dengan berbagai persoalan pelik yang mendasar. persoalan
kesejahteraan, kekerasan,eksploitasi dan diskriminasi seolah terus menjadi
pekerjaan rumah yang menumpuk bagi pemerintah untuk diselesaikan. Realitas
kekinian memperlihatkan bahwa sampai hari ini begitu banyak buruh perempuan di Indonesia
yang masih ambil bagian dalam rangka pemenuhan kebutuhan rumah tangga. Terlepas
dari berbagai motif yang mendasari para buruh perempuan Indonesia bekerja,
untuk direnungkan bersama bahwa ini adalah problem sistemik yang memaksa kaum
perempuan untuk terjun langsung menerobos badai krisis finansial domesitik
rumah tangga dan berusaha melawan kultur ketidakberdayaan. Kesetaraan gender
dibidang pekerjaan yang didengungkan oleh suara ideologi liberalisme kapitalis
telah menggiring dan sedikit memaksa para buruh perempuan Indonesia agar mau
bersama berjuang bersama para suami dalam konteks mencari nafkah. Isu ataupun
motif ekonomi tentu masih menjadi argumen yang kuat sebagai dasar acuan. Kasus Marsinah
ini seolah menyiratkan bahwa perjuangan buruh perempuan Indonesia begitu
terseok-seok. disatu sisi berjuang untuk mempertahankan eksistensi
kehidupannya, tetapi disisi lain juga harus berhadapan dengan aktor negara yang
kapan saja bisa hadir dalam bentuk teror,intimidasi sampai pada usaha penghilangan
nyawa secara paksa. Kekerasan pada buruh perempuan Indonesia terasa menjadi hal
yang jamak terjadi, hal ini karena kultur budaya Indonesia yang masih
menempatkan kaum perempuan di posisi subordinat kaum lelaki. Kekerasan berbau
dominasi atas kaum buruh perempuan seolah menjadi konsensus sosial yang harus
diterima dalam tatanan pergaulan sosial masyarakat, dari yang bersifat
personal, komunal hingga melibatkan negara. Menguak kasus Marsinah berarti
harus mengurai banyak benang kusut, benang kusut yang mungkin hanya dapat
terurai dari tangan mereka yang benar-benar peduli untuk mengurainya.
Selamat
Hari Buruh 2014, semoga tahun ini Indonesia memilih pemimpin yang benar-benar
berwatak sebagai pengayom. Pemimpin yang pro dengan kesejahteraan para buruh,
Pemimpin yang tidak menjadikan kekerasan dan penculikan sebagai jalan untuk
membungkam perjuangan para buruh dan semoga lewat pemimpin Indonesia yang baru,
Kasus
Marsinah yang sudah “kadaluarsa” ini akan terungkap sesuai dengan ekspektasi
kita semua yang masih peduli dengan perjuangan akan kebebasan menyuarakan
kebebasan, kesetaraan dan distribusi kesejahteraan.
“Hanya ada satu negara yang pantas menjadi negaraku
Ia
tumbuh dengan perbuatan dan perbuatan itu adalah perbuatanku”
(Bung Hatta )
"Tulisan ini seluruhnya tanggung jawab penulis"
Penulis: Samsul Ode S.IP
@samsulode /085641284142
Tidak ada komentar :
Posting Komentar