Kamis, 15 Januari 2015

KONTROVERSI PENETAPAN STATUS TERSANGKA CALON TUNGAL KAPOLRI OLEH KPK

Oleh: Adam Mulya Bungamayang[1]

Fiat Justitia Ruat Caelum, hukum harus ditegakan meskipun langit runtuh, mungkin adagium ini yang menjadi acuan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menetapkan Kepala Lembaga Pendidikan Polri, Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Tersangka pada saat Jenderal bintang tiga ini akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan (Fit and Proper Test) di DPR sebagai calon tunggal Kapolri yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo untuk menggantikan Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman yang “dipaksa” pensiun dini dari jabatannya. KPK tidak kali ini saja melakukan penetapan Tersangka seorang Pejabat Negara di waktu yang dianggap publik kurang tepat, sebelumnya KPK pernah menetapkan status Tersangka kepada Hadi Poernomo bekas Kepala BPK  pada akhir masa jabatannya.
KPK menetapkan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai tersangka dengan didasari dua alat bukti penelusuran atas dugaan suap dan gratifikasi ketika Budi Gunawan menjabat sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Polri, beliau dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,  sebelumnya Budi Gunawan sempat diduga memiliki “rekening gendut” bersama enam perwira tinggi Polri lainnya pada tahun 2010, namun permasalahan tersebuat tidak terbukti dengan keluarnya surat yang dikeluarkan Bareskrim Polri yang menyatakan transaksi yang wajar dalam rekening Budi Gunawan.
Komjen (Pol) Budi Gunawan sempat diajukan kepada KPK dan PPATK oleh Presiden Joko Widodo untuk menjadi calon Menteri belakangan waktu, dan berdasarkan pernyataan Abraham Samad selaku Ketua KPK dalam konferensi pers yang menetapkan Budi Gunawan sebagai Tersangka (13/1) bahwa Budi Gunawan mendapatkan daftar merah oleh KPK dalam pencalonan Menteri tersebut yang berimbas tidak dimasukannya Budi Gunawan dalam Kabinet Kerja Joko Widodo.
Kejanggalan terjadi ketika Presiden tidak melibatkan KPK dan PPATK lagi dalam hal melihat rekam jejak calon Kapolri, ini tidak seperti mencari calon Menteri lalu, dan seakan memaksakan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Kapolri yang disebut sebagai usulan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), padahal Presiden mengetahui bahwa Budi Gunawan telah masuk dalam daftar merah KPK dalam pencalonan Menteri lalu. Memang secara normatif, pemilihan Kapolri merupakan hak prerogatif Presiden, mengingat konstitusi dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri memang menegaskan bahwa kepolisian merupakan lembaga penegak hukum dibawah kendali Presiden.[1] Namun jika hal ini hanya dilihat dari sisi Hak Prerogatif Presiden saja dalam memilih Kapolri, maka Presiden Joko Widodo tidak konsisten dengan statementnya sendiri, dalam hal Presiden memilih para Menterinya, ia ingin memilih pejabat negara dengan integritas yang bagus serta memiliki semangat anti korupsi yang mengakibatkan Presiden melibatkan KPK dan PPATK sebagai mekanisme uji publik.
Dengan status Tersangka, Komjen (Pol) Budi Gunawan tetap melakukan Fit and Proper Test di DPR (14/1), dikarenakan DPR tetap menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon tunggal Kapolri, hal ini disebabkan DPR menjalankan tugas atas surat permohonan Presiden yang mengajukan calon tunggal Kapolri untuk dilakukan uji kelayakan dan kepatutan meskipun KPK telah menetapkan status Tersangka kepada calon tunggal Kapolri tersebut, bahkan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Junimart Girsang mengatakan Komisi Hukum (Komisi III DPR RI) tetap berpegang teguh pada asas praduga tak bersalah.
Kompolnas menyatakan pencalonan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai calon Kapolri tidak serta merta ditarik meskipun statusnya sebagai Tersangka, dan tetap meunggu hasil uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR[2], yang keputusan DPR menyetujui pencalonan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Kapolri dalam Rapat Paripurna DPR (15/1), berdasarkan uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh Komisi III DPR sehari sebelumnya.
Penentu dalam kasus ini berada ditangan Presiden Joko Widodo, ada tiga opsi yang dapat diambil oleh Presiden. Pertama, beliau tetap akan melantik Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Kapolri yang baru. Kedua, tidak melantik Komjen (Pol) Budi Gunawan dan menggantikan dengan calon Kapolri kepada Perwira Polri lainnya, dan ketiga Presiden tidak melantik Komjen (Pol) Budi Gunawan dan menunggu masa pensiun Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman pada Oktober dan mengajukan calon baru.

Foot note:



[1] Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Kepala Divisi Politik IYPI (Indonesia Youth Political Institute)
[2] Pasal 8 ayat (2) UU No 2 Tahun 2002 “Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan Perundang-undangan”
[3] Koran Tempo Edisi No. 4087 – 14 Januari 2015 hal 5

"Tulisan sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis"

Penulis
Adam Mulya Bungamayang/Kadiv Politik IYPInstitute
Twitter : @adhammulya



"Setiap orang berhak berpendapat, maka katakanlah!!! Meskipun sakit yang kau dapati."




Tidak ada komentar :

Posting Komentar