Oleh: Adam Mulya Bungamayang[1]
Fiat Justitia Ruat Caelum,
hukum harus ditegakan meskipun langit runtuh, mungkin adagium ini yang menjadi
acuan pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menetapkan Kepala Lembaga
Pendidikan Polri, Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Tersangka pada saat
Jenderal bintang tiga ini akan melakukan uji kelayakan dan kepatutan (Fit and Proper Test) di DPR sebagai
calon tunggal Kapolri yang diusulkan oleh Presiden Joko Widodo untuk
menggantikan Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman yang “dipaksa” pensiun dini dari
jabatannya. KPK tidak kali ini saja melakukan penetapan Tersangka seorang
Pejabat Negara di waktu yang dianggap publik kurang tepat, sebelumnya KPK
pernah menetapkan status Tersangka kepada Hadi Poernomo bekas Kepala BPK pada akhir masa jabatannya.
KPK
menetapkan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai tersangka dengan didasari dua alat
bukti penelusuran atas dugaan suap dan gratifikasi ketika Budi Gunawan menjabat
sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Polri, beliau dijerat dengan Pasal 12 huruf
a atau huruf b, Pasal 5 ayat (2), Pasal 11 atau 12 B Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 juncto Undang-Undang Nomor
20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP, sebelumnya Budi Gunawan sempat diduga memiliki
“rekening gendut” bersama enam perwira tinggi Polri lainnya pada tahun 2010, namun
permasalahan tersebuat tidak terbukti dengan keluarnya surat yang dikeluarkan
Bareskrim Polri yang menyatakan transaksi yang wajar dalam rekening Budi
Gunawan.
Komjen
(Pol) Budi Gunawan sempat diajukan kepada KPK dan PPATK oleh Presiden Joko
Widodo untuk menjadi calon Menteri belakangan waktu, dan berdasarkan pernyataan
Abraham Samad selaku Ketua KPK dalam konferensi pers yang menetapkan Budi
Gunawan sebagai Tersangka (13/1) bahwa Budi Gunawan mendapatkan daftar merah
oleh KPK dalam pencalonan Menteri tersebut yang berimbas tidak dimasukannya
Budi Gunawan dalam Kabinet Kerja Joko Widodo.
Kejanggalan
terjadi ketika Presiden tidak melibatkan KPK dan PPATK lagi dalam hal melihat
rekam jejak calon Kapolri, ini tidak seperti mencari calon Menteri lalu, dan
seakan memaksakan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai Kapolri yang disebut
sebagai usulan dari Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), padahal Presiden
mengetahui bahwa Budi Gunawan telah masuk dalam daftar merah KPK dalam
pencalonan Menteri lalu. Memang secara normatif, pemilihan Kapolri merupakan
hak prerogatif Presiden, mengingat konstitusi dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun
2002 tentang Polri memang menegaskan bahwa kepolisian merupakan lembaga penegak
hukum dibawah kendali Presiden.[1]
Namun jika hal ini hanya dilihat dari sisi Hak Prerogatif Presiden saja dalam
memilih Kapolri, maka Presiden Joko Widodo tidak konsisten dengan statementnya
sendiri, dalam hal Presiden memilih para Menterinya, ia ingin memilih pejabat
negara dengan integritas yang bagus serta memiliki semangat anti korupsi yang
mengakibatkan Presiden melibatkan KPK dan PPATK sebagai mekanisme uji publik.
Dengan
status Tersangka, Komjen (Pol) Budi Gunawan tetap melakukan Fit and Proper Test di DPR (14/1),
dikarenakan DPR tetap menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon
tunggal Kapolri, hal ini disebabkan DPR menjalankan tugas atas surat permohonan
Presiden yang mengajukan calon tunggal Kapolri untuk dilakukan uji kelayakan
dan kepatutan meskipun KPK telah menetapkan status Tersangka kepada calon
tunggal Kapolri tersebut, bahkan politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan,
Junimart Girsang mengatakan Komisi Hukum (Komisi III DPR RI) tetap berpegang
teguh pada asas praduga tak bersalah.
Kompolnas
menyatakan pencalonan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai calon Kapolri tidak
serta merta ditarik meskipun statusnya sebagai Tersangka, dan tetap meunggu
hasil uji kelayakan dan kepatutan oleh DPR[2],
yang keputusan DPR menyetujui pencalonan Komjen (Pol) Budi Gunawan sebagai
Kapolri dalam Rapat Paripurna DPR (15/1), berdasarkan uji kelayakan dan
kepatutan yang dilakukan oleh Komisi III DPR sehari sebelumnya.
Penentu
dalam kasus ini berada ditangan Presiden Joko Widodo, ada tiga opsi yang dapat
diambil oleh Presiden. Pertama, beliau tetap akan melantik Komjen (Pol) Budi
Gunawan sebagai Kapolri yang baru. Kedua, tidak melantik Komjen (Pol) Budi
Gunawan dan menggantikan dengan calon Kapolri kepada Perwira Polri lainnya, dan
ketiga Presiden tidak melantik Komjen (Pol) Budi Gunawan dan menunggu masa
pensiun Kapolri Jenderal (Pol) Sutarman pada Oktober dan mengajukan calon baru.
Foot note:
[1] Mahasiswa S1 Fakultas Hukum Universitas Diponegoro, Kepala Divisi Politik IYPI (Indonesia Youth Political Institute)
[2] Pasal 8 ayat (2) UU No 2 Tahun 2002 “Kepolisian Negara Republik Indonesia dipimpin oleh Kapolri yang dalam pelaksanaan tugasnya bertanggung jawab kepada Presiden sesuai dengan peraturan Perundang-undangan”
[3] Koran Tempo Edisi No. 4087 – 14 Januari 2015 hal 5
"Tulisan sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis"
Penulis
Adam Mulya Bungamayang/Kadiv Politik IYPInstitute
Twitter : @adhammulya
"Setiap orang berhak berpendapat, maka katakanlah!!! Meskipun sakit yang kau dapati."
Tidak ada komentar :
Posting Komentar