Oleh: Adam Mulya
Bungamayang[1]
Logemann mengatakan
“Negara adalah sesuatu organisasi
kemasyarakatan yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta
menyelengarakan suatu masyarakat” dapat dikatakan bahwa berjalannya negara
apabila adanya suatu wilayah yang di dalamnya terdapat kekuasaan yang sah untuk
mengatur masyarakatnya, berbicara negara, erst kaitannya dengan masalah
Kekuasaan.
Kekuasaan
yang dimaksud disini adalah pemerintahan yang berdaulat, dimana pemerintah merupakan
representasi dari seluruh masyarakatnya, yang menjalankan kekuasaan atas
kehendak rakyat bukan atas kehendak dari segelntir golongan. Kekuasaan sendiri
merupakan kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi perilaku
seseorang atau kelompok lain, sesuai dengan keinginan para pelaku.[2]
“Negara Indonesia bukan satu negara
untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan walaupun golongan
karya, tetapi kita mendirikan negara semua untuk semua, satu untuk semua, semua
untuk satu”
– Soekarno dalam Buku Negara Paripurna
karangan Yudi Latif.
Presiden
pertama Indonesia mengisyaratkan bahwa Negara Indonesia ini merdeka salah
satunya untuk kemakmuran rakyatnya dengan pemersatu di dalamnya, ini yang
mendasari negara Indonesia merupakan Negara Kesatuan, dimana kekuasaan terletak
pada pemerintah pusat dan tidak pada pemerintah daerah. Namun pemerintah pusat
mempunyai wewenang untuk menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada daerah
berdasarkan hak otonomi (negara kesatuan dengan sistem desentralisasi), tetapi
pada tahap terakhir kekuasaan tertinggi ada pada pemerintah pusat.[3]
Dari
teori kekuasaan kita mengenal pembagian kekuasaan berdasarkan fungsinya,
seperti yang dikemukakan Jhon Locke yang membagi fungsi negara atas tiga
fungsi, yakni: Fungsi Legislatif untuk membuat peraturan, Fungsi
Eksekutif untuk melaksanakan peraturan, dan Fungsi Federatif, untuk
mengurusi urusan luar negeri dan urusan perang dan damai, dan menurut Jhon
Locke fungsi mengadili termasuk dalam tugas eksekutif. Lalu teori pembagian
kekuasaan Jhon Locke disempurnakan oleh Montesquieu yang kita kenal dengan
Teori Trias Politika, dimana membagi kekuasaan berdasarkan tiga fungsi, yaitu: Fungsi
Legislatif untuk membuat Undang-Undang, Fungsi Eksekutif untuk
melaksanakan Undang-Undang, dan Fungsi Yudikatif untuk mengawasi agar
semua peraturan ditaati (Fungsi Mengadili), menurut Mountesquieu fungsi
federatif yang dikemukakan oleh Jhon Locke disatukan dengan fungsi eksekutif,
dan fungsi mengadili dijadikan fungsi yang berdiri sendiri.[4]
Secara
Implisit[5]
Negara Indonesia menerapkan pembagian kekuasaan sesuai Teori Trias Politika
yang dianut oleh Montesquieu dimana adanya pembagian kekuasaan berdasarkan
fungsi negara baik Legislatif, Eksekutif maupun Yudikatif kedalam lembaga - lembaga
negara di Indonesia, namun Selain dari tiga fungsi negara itu, Indonesia
membagi kekuasaan lagi yaitu Kekuasaan Eksaminatif atau pemeriksaan keuangan
negara.
KEKUASAAN LEGISLATIF
Lembaga
legislatif di Indonesia terdiri dari MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat), DPR
(Dewan Perwakilan Rakyat), dan DPD (Dewan Perwakilan Daerah), ketiganya
memiliki tugas, dan wewenang yang berbeda satu sama lainnya, namun dalam
lembaga legislatif atau lembaga perwakilan rakyat memiliki fungsi utama yakni:
1. Fungsi
Legislasi
Menurut
teori-teori yang berlaku tugas utama lembaga legislatif terletak di bidang
perundang-undangan atau membuat peraturan, untuk itu lembaga legislatif diberi
hak inisiatif, hak untuk mengadakan amandemen terhadap rancangan undang-undang
yang disusun pemerintah
2. Fungsi
Pengawasan
Tidak
hanya dibidang legislasi, fungsi kontrol lembaga legislatif di bidang
pengawasan dan kontrol terhadap lembaga eksekutif (pemerintah).
Pengawasan
dilakukan lembaga legislatif melalui hak – hak kontrol yang khusus, seperti hak
bertanya (interpelasi), maupun hak angket.
3. Fungsi
Anggaran
Lembaga
legislatif berhak menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara melalui DPR
bersama presiden dengan melihat pertimbangan DPD
KEKUASAAN EKSEKUTIF
Secara
Umum tugas dan wewenang Presiden meliputi Perencanaan (Program, anggaran);
Eksekusi (melaksanakan program-program yang di susun); Evaluasi, secara
internal yang nantinya dipertanggung jawabkan terhadap pengawasan DPR. Sistem
pemerintahan yang dianut UUD 1945 merupakan sistem pemerintahan presidensial.
Dimana kekuasaan Eksekutif di Indonesia dipegang oleh Presiden yang merupakan
Kepala Negara sekaligus sebagai Kepala Pemerintahan. Tugas dan wewenang
Presiden dikelompokan kedalam dua jenis:
1. Presiden
sebagai Kepala Negara
Meliputi hal-hal seremonial
dan protokoler kenegaraan, yang tugas pokok Presiden Sebagai Kepala Negara
termaktub dalam Pasal 10 sampai 15 UUD 1945[6]
2. Presiden
Sebagai Kepala Pemerintahan
Adalah fungsinya sebagai
penyelengara tugas legislatif, dan
kewenangan penyelengaraan pemerintahan. Tugas pokok Presiden sebagai Kepala
Pemerintahan termaktub dalam pasal 4 ayat (1); pasal 5 ayat (1) dan (2); pasal
16; pasal 17 ayat (2); pasl 20 ayat (2) dan (4); pasal 21 ayat (1); pasal 23
ayat (1) dan (2); pasal 23 F ayat (1); pasal 24A ayat (3); pasal 24B ayat (3);
dan pasal 24C ayat (3).
KEKUASAAN YUDIKATIF
Kekuasaan
Yudikatif merupakan kekuasaan kehakiman, dimana sudah banyak mengalami
perubahan sejak masa reformasi, dengan di amandemennya UUD 1945, di dalam
kekuasaan yudikatif terdapat tiga lembaga yaitu:
1. Mahkamah
Konstitusi (MK)
Mahkamah
Konstitusi memiliki kewenangan:
-
Mengadili pada tingkat pertama dan
terakhir (Final and Binding) yang
putusannya bersifat final untuk: menguji UU terhadap UUD 1945 (Judicial
Review); memutus sengketa kewenangan lembaga negara; memutus pembubaran partai
politik; memutus perselisihan tentang pemilihan umum; serta
-
Memberikan putusan pemakzulan (impeachment) presiden dan/atau wakil
presiden atas permintaan DPR karena melakukan pelanggaran berupa pengkhinatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, dan tindak pidana berat, atau perbuatan
tercela.
2. Mahkamah
Agung (MA)
MA
memiliki kewenagan menyelengarakan kekuasaan peradilan yang berada dilingkungan
peradilan umum, militer, agama, dan tata usaha negara; mengadili pada tingkat
kasasi; dan MA berwenang menguji peraturan perundang-undangan dibawah UU
terhadap UU.
3. Komisi
Yudisial (KY)
Adalah
suatu lembaga baru yang bebas dan mandiri yang berwenang mengusulkan
pengangkatan hakim agung dan berwenang dalam rangka menegakan kehormatan dan
perilaku hakim.
KEKUASAAN EKSAMINATIF
Keuangan
negara merupakan salah satu unsur pokok dalam penyelengaraan pemerintah negara,
maka dari itu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara memerlukan suatu
lembaga pemeriksaan yang bebas, mandiri, dan professional, untuk menciptakan
pemerintah yang bersih dan bebas KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)[7]
Lembaga
yang diberi hak dalam kekuasaan Eksaminatif adalah BPK (Badan Pemeriksa
Keuangan), badan ini memiliki tugas dan wewenag yaitu:
1. Memeriksa
tanggung jawab tentang keuangan negara, hasil pemeriksaan itu diberitahukan
kepada DPR, DPD, dan DPRD;
2. Memeriksa
semua pelaksanaan APBN; dan
3. Memeriksa
tanggung jawab pemerintah tentang keuangan negara[8]
[1] Mahasiswa S1 Fakultas Hukum
Universitas Diponegoro, Kepala Divisi Politik IYPI (Indonesia Youth Political
Institute)
[2] Miriam Budiharjo, Dasar- Dasar
Ilmu Politik, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2008), hal.17.
[3] Ibid, hal. 269
[4] Abu Daud Busroh, Ilmu Negara,
(Jakarta: Bumi Aksara, 2010), hal. 85
[5] Implisit berdasarkan KBBI “
termasuk (terkandung) di dalamnya (meskipun tidak dinyatakan secara jelas atau
terang-terangan); tersimpul didalamnya; tersirat; terkandung halus.”
[6] Titik Triwulan Tutik, Kontruksi
Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, ( Jakarta: Kencana, 2010)
hal.206
[7] Titik Triwulan Tutik, Kontruksi
Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, ( Jakarta: Kencana, 2010)
hal.230
[8] Pasal 23E UUD NRI Tahun 1945
"Tulisan ini sepenuhnya tanggung jawab penulis"
Penulis :
Adam Mulya Bungamayang/Kadiv Politik IYPInstitute
Twitter : @adhammulya
Tidak ada komentar :
Posting Komentar